Kalian semua pasti sudah tahu kan, kalau Pluto sekarang sudah tidak
menjadi bagian dari planet di tata surya kita ini. Tapi apakah kalian juga
tahu, mulai kapan keputusan tersebut diambil dan apa yang menjadi
pertimbangannya? Nah jika kalian belum tahu, berikut ini penjelasannya.
Mulai 24 Agustus 2006 jangan pernah terpeleset mengucapkan Planet Pluto lagi.
Karena sejak hari itu, Pluto sudah diputuskan tidak lagi berhak menyandang
predikat sebagai planet.
Sidang Umum Himpunan Astronomi Internasional (International Astronomical
Union/IAU) Ke-26 di Praha, Republik Ceko, menghasilkan keputusan bersejarah
dalam dunia astronomi dengan mengeluarkan Pluto dari daftar planet-planet di
Tata Surya kita. Mulai sekarang, anggota Tata Surya hanya terdiri dari delapan
planet, yakni Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, dan
Neptunus.
Keputusan mengeluarkan Pluto yang sudah menjadi anggota Keluarga Planet Tata
Surya selama 76 tahun merupakan konsekuensi ditetapkannya definisi baru tentang
planet. Resolusi 5A Sidang Umum IAU Ke-26 berisi definisi baru itu.
Dalam resolusi tersebut dinyatakan, sebuah benda langit bisa disebut planet
apabila memenuhi tiga syarat :
Mengorbit Matahari
Berukuran cukup besar sehingga mampu mempertahankan bentuk bulat
Memiliki jalur orbit yang jelas dan "bersih" (tidak ada benda langit
lain di orbit tersebut)
Definisi tersebut adalah definisi universal pertama tentang planet sejak
istilah planet dikenal di kalangan astronom, bahkan sebelum era Nicolaus
Copernicus yang tahun 1543 membuktikan Bumi adalah salah satu planet yang
berputar mengelilingi Matahari.
Dengan definisi baru tersebut, Pluto tidak berhak menyandang nama planet karena
tidak memenuhi syarat yang ketiga. Orbit Pluto memotong orbit planet Neptunus
sehingga dalam perjalanannya mengelilingi Matahari, Pluto kadang berada lebih
dekat dengan Matahari dibandingkan Neptunus.
Planet Kerdil (Dwarf Planets)
Pluto kemudian masuk dalam keluarga baru yang disebut planet kerdil atau planet
katai (dwarf planets). Keluarga ini beranggotakan Pluto dan benda-benda langit
lain di Tata Surya yang mirip dengan Pluto, termasuk di dalamnya asteroid
terbesar Ceres, satelit Pluto, Charon, dan beberapa benda langit lain yang baru
saja ditemukan.
Menurut Direktur Observatorium Bosscha di Lembang, Jawa Barat, Dr Taufiq
Hidayat, keputusan Sidang Umum IAU tersebut adalah puncak perdebatan ilmiah
dalam astronomi yang sudah berlangsung sejak awal 1990-an lalu. Perdebatan
tersebut dipicu berbagai penemuan baru yang menimbulkan keraguan apakah Pluto
masih layak disebut planet atau tidak.
"Karakteristik Pluto memang berbeda dengan planet-planet lainnya. Bahkan
komposisi kimianya lebih menyerupai komet daripada planet," ungkap
astronom yang mendalami bidang ilmu-ilmu planet ini.
Selain itu, perkembangan teknologi teleskop juga membawa pada penemuan berbagai
benda langit yang masuk dalam kelompok Obyek Sabuk Kuiper (Kuiper Belt
Object/KBO). Sabuk Kuiper sendiri adalah sebutan untuk wilayah di luar orbit
planet Neptunus hingga jarak 50 Satuan Astronomi (SA/1 Satuan Astronomi = jarak
rata-rata Matahari-Bumi, yakni sekitar 149,6 juta kilometer) dari Matahari.
Beberapa KBO(kuiper Black Object) sangat menarik perhatian karena berukuran
hampir sama atau bahkan lebih besar daripada Pluto (diameter 2.300 km) dan ada
yang memiliki satelit atau "bulan".
Beberapa obyek tersebut, antara lain, Quaoar (diameter 1.000 km-1.300 km),
Sedna (1.180 km- 1.800 km), dan yang paling terkenal adalah obyek bernama 2003
UB313 yang ditemukan Michael Brown dari California Institute of Technology
(Caltech) pada 2003 lalu.
Obyek yang dijuluki Xena tersebut memiliki diameter 2.400 km, yang berarti
lebih besar daripada Pluto. Xena sempat dihebohkan sebagai planet ke-10 Tata
Surya.
Sejak saat itu, lanjut Taufiq, terjadi perbedaan pendapat di kalangan astronom.
"Pilihannya adalah memasukkan Ceres, Charon, dan 2003 UB313 ke dalam
keluarga planet sehingga jumlah planet menjadi 12, atau mengeluarkan Pluto. Akhirnya
pilihan kedua yang disepakati," tutur mantan Ketua Jurusan Astronomi
Institut Teknologi Bandung ini.
Kesepakatan itu sendiri bukannya datang dengan mudah. Taufiq mengatakan,
pengambilan keputusan itu bahkan dicapai dengan cara pemungutan suara di antara
para anggota IAU yang hadir setelah didahului perdebatan yang sangat sengit.
Empat astronom senior dari Indonesia turut serta dalam Sidang Umum IAU
tersebut, yakni Jorga Ibrahim, Iratius Radiman, Suryadi Siregar, dan Ny Permana
Permadi.
Beberapa pihak memprediksi debat mengenai status Pluto tidak akan berakhir di
sini. Alan Stern, ketua misi pesawat ruang angkasa NASA, New Horizon, yang
diluncurkan ke Pluto, Januari lalu, mengaku merasa "malu" terhadap
keputusan itu. Meski demikian, misi senilai 700 juta dollar AS dan baru akan
tiba di Pluto pada 2015 itu tetap akan dilanjutkan. "Ini benar-benar
sebuah definisi yang ceroboh."
Pencopotan Gelar
Wajar saja pencopotan gelar planet dari Pluto memicu reaksi yang emosional.
Pluto selama ini memiliki tempat tersendiri di hati para astronom, baik yang
profesional maupun amatir. Pluto sering dianggap "Si Bungsu dari Tata
Surya" karena jaraknya yang terjauh dari Matahari dan ditemukan paling
akhir dibandingkan delapan planet lainnya.
Orbit Pluto yang sangat lonjong dan tidak sejajar dengan bidang lintasan
planet lainnya juga membuat planet ini unik. Pluto juga sempat dianggap sebagai
jawaban dari misteri Planet X, sebuah planet hipotetis yang diduga ada di luar
orbit Neptunus dan menyebabkan gangguan pada orbit planet Uranus dan Neptunus.
Meski ukuran Pluto kemudian terbukti terlalu kecil untuk menjadi Planet X,
dugaan tersebut menjadi bagian dari legenda Pluto.
.
0 komentar:
Posting Komentar