"Rasul" Paul, sejaman tapi
lebih muda sedikit dari Nabi Isa, tak syak lagi penyebar Agama Nasrani yang
paling terkemuka. Pengaruhnya dalam teologi Kristen jelas menunjukkan yang
paling mantap, paling berjangkau jauh dibanding semua penulis dan pemikir
Kristen lainnya.
Paul, juga terkenal dengan panggilan
Saul, dilahirkan di Tarsus, sebuah kota di Cilicia (kini Turki), beberapa tahun
sebelum tiba era Kristen. Biarpun seorang warga Romawi, dia lahir sebagai
Yahudi, pendalam bahasa Ibrani di masa muda dan memperoleh pendidikan mendalam
perihal ke-Yahudian, dia juga belajar dagang dan bikin kemah. Selaku pria remaja
dia berangkat ke Darussalam bekerja di bawah bimbingan pendeta Gamaliel, seorang
guru Yahudi kenamaan. Walaupun Paul dan Isa berbarengan ada di Darussalam saat
itu, tapi amat diragukan keduanya pernah bertemu muka.
Sesudah "mangkat"-nya Isa,
orang-orang Kristen dianggap selaku pembangkang dan karenanya digasak
habis-habisan. Mula-mula Paul ikut menghantam, tapi dalam perjalanan menuju
Damsyik di matanya seakan terbayang Isa berbicara dengannya dan segera Paul
masuk Nasrani. Ini merupakan titik balik penting dalam kehidupan pribadinya.
Jika dulunya jadi ]awan dan tukang gebuk orang Kristen, kini dia berubah menjadi
penyebar dan penganjur paling gigih dan paling berpengaruh untuk kepentingan
Agama Nasrani.
Paul menghabiskan sisa hidupnya
dengan menulis dan memperdalam ke-Kristenan. dan meraih banyak pemeluk
berbondong-bondong memasuki Agama Nasrani. Selama kegiatan dakwahnya dia
melakukan perjalanan kian-kemari secara kerap, baik ke Asia Kecil, Yunani,
Suriah dan Palestina. Menghadapi orang-orang Yahudi Paul tidak keliwat sukses,
bahkan lebih sering menimbulkan pertentangan dan dalam banyak peritiwa jiwanya
sering terancam. Khotbah menghadapi orang non-Yahudi, Paul teramatlah
menonjolnya dan peroleh sukses besar sehingga sering dia diberi julukan "Rasul
orang-orang non-Yahudi." Tak seorang pun bisa mengungguli kehebatan Paul dalam
penyebaran Agama Nasrani.
Sesudah menyelesaikan tiga kali
perjalanan panjang menyebar agama di dalam wilayah bagian timur Kekaisaran
Romawi, Paul kembali ke Darussalam. Apa lacur, begitu sampai begitu diamankan,
dan diboyong ke Roma ke depan pengadilan. Sejarah tak begitu jelas mencatat
bagaimana ujung pengadilan itu, bahkan tak jelas pula apakah sejak itu dia
pernah dapat meninggalkan Roma. Akhirnya, diperkirakan tahun 64 M Paul dibunuh
dekat kota Roma.
Pengaruh Paul dalam perkembangan
Agama Nasrani dapat diukur dari tiga hal. Pertama, sukses besarnya dalam
penyebaran agama. Kedua, tulisan-tulisannya yang menyusun bagian-bagian penting
Perjanjian Baru. Ketiga, peranannya dalam hal pengembangan teologi Kristen.
Dari 27 buku Perjanjian Baru, tak
kurang 14 dihubungkan dengan jasa Paul. Meskipun ilmuwan modern berpendapat 4
atau 5 buku dari 14 itu ditulis oleh orang lain, namun tak diragukan lagi bahwa
Paullah orang terpenting secara pribadi menulis Perjanjian Baru.
Pengaruh Paul di bidang teologi
Kristen betul-betul tak terperikan besarnya. Ide-idenya termasuk hal-hal sebagai
berikut: Isa tidak cuma nabi yang mengesankan tapi juga suci. Isa wafat demi
dosa-dosa kita dan penderitaannya dapat membebaskan kita. Manusia tidak bisa
melepaskan diri dari dosa-dosa hanya dengan mencoba melaksanakan
perintah-perintah yang tertera dalam Injil, tapi hanya bisa dengan jalan
menerima Isa sepenuh jiwa. Sebaliknya, apabila manusia menerima dan percaya Isa,
segala dosa-dosanya akan dimaafkan. Paul juga menjelaskan doktrin-doktrinnya
mengenai ihwal dosa (lihat Romans 5: 12:19).
Karena kepatuhan kepada hukum semata
tidak cukup untuk menjamin kebebasan, Paul menegaskan bahwa tak ada gunanya
memeluk Agama Nasrani seraya tetap bersiteguh di soal batasan-batasan Yahudi apa
yang boleh dimakan dan apa yang tidak, serta percuma saja jika masih mengamalkan
aturan-aturan Musa atau masih disunat. Seberapa pemuka-pemuka Kristen saat itu
menentang keras pendapat Paul dalam segi ini. Dan andaikata sikap mereka ini
menyebar luas, sangatlah disangsikan Agama Nasrani bisa berkembang begitu cepat
di seluruh Kekaisaran Romawi.
Paul tak pernah kawin, walaupun tak
ada cara membuktikannya, jelas Paul tak pernah adakan hubungan kelamin dengan
wanita. Pandangannya mengenai seks dan wanita sudah terikat dengan kitab suci,
karena itu membawa pengaruh besar pada sikap-sikapnya di belakang hari. Dalilnya
yang masyhur dalam kaitan ini tercantum dalam (I Corinthians 7:8-9) yang
bunyinya: "Kuserukan kepada para lelaki yang tak kawin dan para janda adalah
baik bagi mereka jika mereka mematuhi petuahku dan menyontoh ihwal diriku. Tapi
jika mereka tak bisa bertahan, biarkanlah mereka kawin karena bagaimanapun kawin
itu masih lebih baik daripada dibakar."
Paul juga punya pendirian yang tegas
mengenai status wanita yang layak: "Biarkanlah wanita-wanita itu belajar apa
saja secara diam-diam dan saya tidak merasa risau apabila mereka juga mengajar
ataupun oleh sebab satu dan lain hal menguasai kaum pria, asal saja secara
diam-diam. Soalnya karena Adamlah yang menyebabkan adanya Hawa." (I Timothy 2:
11-13). Sikap yang lebih tegas dikemukakan pula dalam I Corinthias 11:7-9.
Memang, kalimat-kalimat Paul sudah pernah jadi pendapat banyak tokoh sejamannya.
Yang perlu dicatat adalah Isa sendiri tak pernah tampil dengan
pernyataan-pernyataan serupa itu.
Paul, lebih dari orang-orang
lainnya, bertanggung jawab terhadap peralihan Agama Nasrani dari sekte Yahudi
menjadi agama besar dunia. Ide sentralnya tentang kesucian Isa dan pengakuan
berdasar kepercayaan semata tetap merupakan dasar pemikiran Kristen sepanjang
abad-abad berikutnya.
Belakangan semua teolog Kristen,
termasuk Augustine, Aquinas, Luther dan Calvin, semuanya terpengaruh oleh
tulisan-tulisan Paul. Begitu mendalamnya pengaruh Paul sampai-sampai banyak
sarjana beranggapan Paul-lah yang jadi pendiri Agama Nasrani, dan bukannya Isa. Tentunya anggapan ini keliwat berlebihan. Biar
bagaimana, taruhlah pengaruh Paul tidak bisa disejajarkan dengan Isa, yang sudah
pasti dia jauh lebih hebat dari pemikir Nasrani yang mana pun juga.
0 komentar:
Posting Komentar